(Tidak) Sempurna

Aku pernah membayangkan mendapatkan laki-laki romantis yang tidak pernah membuat ku menangis. 
Aku pernah membayangkan mendapatkan laki-laki yang seutuhnya memberi perhatian tanpa aku meletakkan tuntutan.
Aku pun pernah membayangkan mendapatkan laki-laki yang diamnya mampu menenangkan, bicaranya mampu dipertanggungjawabkan, dan peluknya mampu menentramkan. 

Menuntut? Tidak. Aku hanya membayangkan. Mengingkannya? Iya. Tapi aku hanya ingin. Aku sadar mungkin keinginanku berlebihan. Sementara jodoh adalah cerminan. Sementara sempurna adalah milik sang pemberi cinta. Tapi, apakah kriteria laki-laki yang kusebut di atas menurutmu sempurna? Kalau aku menjawab, tidak. 

Bagaimana jika semua sifat yang ku ingini itu berhasil aku dapatkan, tapi kenyataannya setelah hidup seatap aku tau laki-laki ku sering mendengkur ketika tidur. Aku tau, kalau laki-laki ku jarang menggosok gigi ketika pagi dan malam hari. Aku tau laki-laki ku tidak bisa membetulkan genteng rumah kami yang bocor. Pun aku tau kalau laki-laki ku ternyata sering membuang gas dengan suara yang keras disertai aroma yang khas. Masihkah kalian anggap bahwa kriteria di atas adalah sosok yang sempurna? 

Aku belum menikah, aku juga tidak tau bagaimana caranya para perempuan bisa menerima segala sifat laki-lakinya yang baru diketahui setelah hidup serumah. Mungkin karena sudah terlanjur sah, jadi ya apa boleh buat mau tak mau tetap harus diterima bukan? 

Tapi, tunggu. Aku pun mungkin sama dengan gambaran laki-laki yang tadi aku sebutkan. Aku tidak bisa memasak masakan seenak masakan ibumu. Aku bisa mencuci baju tapi tidak mau menggunakan tangan secara manual. Aku tidak bisa menjahit kancing baju kerjamu dengan pola yang rapih. Kadang, aku juga malas bebersih rumah. Aku juga tidak sekreatif perempuan yang suka menyulap barang-barang 'sampah' jadi lebih bernilai. Jadi gimana, masih maukah dengan ku? Aku pun jauh dari kata sempurna yang mungkin juga kau bayangkan disuatu ketika. 

Pada akhirnya, merenung adalah hal yang paling mendamaikan dan memberi kebermanfaatan saat banyak pertanyaan dan sifat keegoisan yang bermunculan. Menyatu tidak hanya membutuhkan cinta dan suka sebagai pintu pembukanya sebuah ikatan. Menyatu membutuhkan kesiapan. Membutuhkan kemauan dan keikhlasan yang tidak bisa kalau hanya dilisankan. 

Sekali lagi, aku ingin menerima mu dengan apa adanya dirimu, bukan ada apanya dirimu. Aku ingin menerima mu dengan bagaimanapun keadaanmu, bukan keadaanmu bagaimana. Aku ingin kamu pun menerimaku sebagaimana aku menerimamu. Salam rindu dan sayang dari ribuan meter jarak yang memisahkan, sayang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertemuan

Mendung Pagi Ini

Setahun ke mana aja?