Jarak Dalam Jarak



Teruntuk kamu.  Laki-laki yang kembali mau membuka rentang tangannya dan membiarkanku rebah dipelukan.  Teruntuk kamu,  laki-laki yang selalu menawarkan ketenangan di tiap teduh tatapan. Aku pikir,  kesempatan kedua akan lebih indah.  Akan lebih baik.  Aku pikir,  pisah dan cerita masa lalu adalah pecutan usaha yang membuat semuanya menjadi lebih berharga untuk dilalui. Tapi,  nyatanya tidak.  Tidak berlaku untuk beberapa bulan terakhir setelah hari itu.  Hari yang entah kapan dan bagaimana hingga membuat kita kembali merasa terikat. 

Jarak?  Apa karena jarak? Karena jarak maka perhatianmu juga berjarak. Karena jarak,  maka segala cerita suka duka mu tak sampai untukku dengar.  Karena jarak,  maka sekadar senyum ketika bangun tidur di pagi hari kemudian membuka pesan di ponsel pun juga tak tertransfer dengan baik. Benar kah karena jarak? Tapi,  kita hanya berjarak. Bukan berpisah.  Kita hanya butuh sabar untuk menggulung waktu sedikit demi sedikit sampai akhirnya bertemu,  bukan? Kita hanya butuh kuat untuk menjaga hati dari segala goda yang memikat. Kita hanya butuh percaya agar semua curiga tidak ikut campur dan merusak segalanya. Kita hanya butuh saling.  Saling mengerti. Saling memahami. Saling memberi.  Dan segala saling yang lain. 

Pada tiap bait kegelisahan,  aku menitipkan namamu pada kalimat permohonan. Janganlah ada jarak dalam jarak. Ku mohon. Bisakah?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertemuan

Mendung Pagi Ini

Setahun ke mana aja?